Curhat Om

Ilusi Pertumbuhan Lupa Memeratakan Pembangunan

google.com, pub-5445025501323118, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Komline, Palembang- Saudaraku, Apa dosa terbesar suatu pemimpin atau penguasa pemerintahan terhadap rakyatnya…?. Adalah beragama “pertumbuhan.” Iman pada pembangunan berdimensi pertumbuhan inilah “dosa asal dan dosa induk” yang tak begitu banyak dipahami oleh seorang pemimpin/penguasa.

Ilusi pertumbuhan itu memabukkan. Ia jadi mantra sakti para agen kolonial saat merampok suatu negara. Ia jadi azimat kurap para begundal saat menipu suatu bangsa. Mereka berfatwa, “hanya dengan pertumbuhan” suatu bangsa bisa sejahtera!

Pertumbuhan ekonomi pada awalnya diartikan sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Dus, pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Tetapi, dalam perkembangannya, teori pertumbuhan ini menikah dengan matematika sehingga melahirkan anak haram ekonometrika. Satu kurikulum baru di mana semua hal ikhwal pembangunan diukur dengan sendi angka-angka minus kemanusiaan.

Karenanya, roadmap pertumbuhan adalah penanaman modal asing dan penciptaan hutang luar negeri. Akibatnya terjadi serbuan investor asing yang tak peduli dengan nilai-nilai lokal.

Tanpa disadari, kebijakan penarikan investor ini mengakibatkan undang-undang (yang mengatur arus modal) menjadi paling liberal di dunia. Saat yang sama juga menghasilkan intensifikasi pertanian dan deindustrialisasi plus penggadaian murah aset strategis milik negara.

Hilirnya adalah pemerintahan sentralistik yang buas, lahirnya kota-kota baru yang amoral: urban, kemacetan, kebusukan, banjir dan keruwetan tiada tara. Yang dikejar adalah akumulasi angka, deret ukur, grafik-grafik yang ilusif dan cenderung manipulatif. Orientasinya kapital. Yang dipuja harta benda. Yang dipeluk gengsi dan citra.

Akibatnya, pemimpin absen di mana saja. Pemimpin lupa membangun tata kelola yang bersih, efektif, demokratis dan amanah yang memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.

Pemerintah lupa membangun negara dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Mereka lebih sibuk melayani seponsore dan pendukung sambil mengkhianati konstitusi.

Dengan pertumbuhan itu, memang ada prestasi besar tiap rezim. Dan, prestasi terbesarnya adalah mewariskan ketimpangan. Inilah penyebab stabil dan bertahannya kemiskinan, kebodohan, kesakitan, konflik, kemandulan inovasi dan ketergantungan plus ketidakmandirian/ketidakdaulatan yang kita nikmati bersama.

Yang jelas, ide pemerataan raib; ide pertumbuhan mengemuka, walau ilusif. Pemerataan musnah ditelan keluguan dan kelalaian. Karenanya, kita kini masih menunggu solusi cerdas dari kalian sambil mari bergandengan tangan melawan dan mengubur pokok penyebab gagalnya kita menjadi pahlawan rakyat.

Penulis: Hasbi

(Ketua Dewan Pembina Forum Honorer Indonesia (FHI))

BACA JUGA

Dimanakah “Pemimpin Nawacita” (Menilik Infrastruktur Lubuk Raja OKU)

(SN)

Facebook Comments

Related Articles

Back to top button