
Ini Dia Industri Pertahanan Nasional Paling Diperhitungkan
Komeringonline.com, Jakarta: Kedatangan Commanding General US Army Pasific (USARPAC) atau Panglima Pasifik militer Amerika Serikat (AS) Jenderal Robert Brown disambut hangat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Pertemuan keduanya diyakini membahas peningkatan kerja sama, salah satunya pembelian helikopter Black Hawk UH-60L untuk kebutuhan pelatihan militer dan pemberantasan terorisme di Indonesia.
Deputi Bidang Industri Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menilai, ketimbang membeli Black Hawk UH-60L dari AS, lebih baik TNI membeli Helikopter NBell 412 yang sudah diproduksi PT Dirgantara Indonesia (DI).
“Kita lihat pembelian Black Hawk itu untuk kebutuhan apa. Kalau untuk pelatihan pasukan militer, kenapa tidak membeli NBell. karena PT DI sudah memproduksi NBell,” ujar Fajar, Rabu 15 Maret 2017.
Menurut beliau, NBell 412 diyakini memiliki kemampuan setara dengan Black Hawk UH-60L milik Sikorsky Aircraft. Kedua helikopter yang dikategorikan sebagai heli serba guna atau multi misi ini disebut punya kinerja dan teknologi yang hampir seimbang.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, TNI/Polri/Lembaga terkait wajib membeli dan menggunakan produk alat peralatan pertahanan dan keamanan/alutsista yang dibuat oleh Industri Pertahanan dalam negeri. Namun demikian, pembelian alutsista diperbolehkan impor, asalkan ada persetujuan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) dengan memperhatikan beberapa persyaratan.
“Prinsipnya harus sesuai UU. Kalau (alutsista) tidak bisa dibuat di dalam negeri, maka bisa membeli dari luar. Tetapi harus ada ofset,” papar dia.
Dijelaskannya, ofset merupakan hubungan kerja sama yang saling timbal balik. Bila membeli alutsista dari negara lain, maka harus mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan dalam negeri, kewajiban adanya alih teknologi, adanya imbal dagang, serta adanya kandungan lokal.
“Kalau membuat baru hanya satu, ya tidak perlu bikin, beli saja, tapi kita harus dapat ofsetnya. Misal butuh senapan untuk Paspampres, ya tidak perlu bikin. Tapi kalau untuk satu batalion, tidak bisa, harus bikin dari industri pertahanan Indonesia,” tegas Fajar.