Putusan MK Cacat Hukum; Aliansi Mahasiswa Gelar Aksi Demontrasi Depan MK Dan KPU
Jakarta – Terkait usia minimal capres/cawapres yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat dikonversi dengan kepunyaan pengalaman menjadi kepala daerah yang dibacakan 15 Oktober lalu dinilai cacat hukum.
Sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Anti Politik Dinasti (AMAPI) yang melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung MK dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta pada Jumat (20/10/2023).
A Fahrur Rozi, koordinator lapangan dalam aksi tersebut menyatakan bahwa putusan MK terkait usia capres/cawapres yang dikonversi tersebut penyelundupan hukum yang nyata dan aktual direncanakan sedari awal.
“Sedari awal, perkara usia minimal Capres/Cawapres merupakan kewenangan dari DPR (open legal policy). Mahkamah dalam hal ini tidak berwenang menguji perkara yang sifatnya kehendak politik pembuat undang-undang (political complaint). Akan tetapi, dengan prosedur formil dan subtansi materil yang cacat tersebut, Mahkamah tetap mengabulkan perkara,” ujar Rozi seperti dilansir dalam rilis aksinya, Jumat (20/10/2023).
Kejanggalan dalam putusan MK, Rozi mendesak Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua MK. Karena menurutnya, ia sudah tidak mengedepankan hukum keadilan dan sudah tidak mencerminkan hakim konstitusi yang ideal.
“Anwar Usman harus mundur dari jabatan sebagai ketua MK. Ia tidak pantas menjadi hakim MK menutus perkara yang sifatnya tidak seharusnya menjadi kewenangan MK. Meskipun putusannya tidak mengabulkan soal usia, tapi mengonversinya dengan pengalaman sebagai kepala daerah itu sarat akan kepentingan,” terang Rozi.
Rozi juga mendesak Pembentukan Mahkamah Kehormatan MK untuk memeriksa kejanggalan dalam pemeriksaan perkara oleh hakim.
Kendati demikian, putusan MK yang dinilai cacat hukum tersebut tetap bersifat final dan mengikat. Untuk itu, menurut Rozi, KPU tidak serta merta dapat merubah PKPU Nomor 19/2023 hanya karena mengadopsi putusan MK.
“Putusan MK jelas cacat hukum, KPU tidak boleh mengubah PKPU usia Capres/Cawapres tanpa konsultasi dengan Pemerintah dan DPR. Jika itu terjadi, akan terjadi gelombang besar yang terjadi di masyarakat, karena sarat kepentingan yang dilakukan penyeleggara,” jelas Rozi.
Terakhir, karena putusan MK diduga sarat akan kepentingan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai Cawapres, namun menurut Rozi, hal itu dianggap tidak bisa jadi patokan karena masih ada PKPU Nomor 19/2023 yang mengganjal Gibran.
“Putusan MK sudah cacat hukum. Maka dari itu, KPU harus menyelematkan demokrasi di Indonesia dengan berpegang teguh pqda aturan yang berlaku, jangan lengah, dan terus berikan yang terbaik bagi pemilu Indonesia yang berkualitas. Sehingga pemimpin masa depan dari yang terbaik untuk bangsa dan negara,” pungkasnya.